Tulisan Ito Sumardi mengenai
krisis Rohingnya ini. Berikut tulisan mantan Kabareskrim ini yang diterima
detikcom, Jumat (8/9/2017).
Sejak tahun lalu sebenarnya konflik Rohingnya
di Rakhine State sudah mengemuka dan menjadi perhatian dunia internasional,
ASEAN dan Negara-negara Islam (OKI). Sejak awal Tahun ini bahkan Pemerintah
Myanmar telah membentuk Advisory Commission yang dipimpin oleh mantan Sekjen
PBB Kofi Anan. Bahkan beberapa tahun sebelumnya (2012) juga sudah ada persoalan
tentang Rohingnya sehingga Indonesia kebanjiran pengungsinya.
Isu Rohingnya memang memang persoalan yang menahun di Myanmar yang belum terselesaikan hingga saat ini karena masalahnya sangat komplek dan tidak sesederhana yang dibayangkan masy ditanah air. Sejak persoalan kewarganegaraan dari etnis ini tidak dapat terakomodasi dengan baik dalam UU Kewarganegaraan Myanmar (Burma), Etnis Rohingnya juga terjerembab pada konflik horizontal dengan etnis Arakan yang menjadi suku mayoritas di Rakhine State, yang kemudian memuncak pada saat terjadinya kasus pemerkosaan dan pembunuhan antar dua kelompok etnis tersebut pada tahun 2012. Bahkan dalam konflik itu melibatkan tokoh agama, namun konflik itu sebenarnya juga berakar pada soal social economy, poverty dan etnisitas.
Etnis Rohingnya ini secara umum tidak seberuntung dengan Etnis Bengali yang sudah hidup nyaman sebagai warga Negara sejak jaman kolonial Inggris. Asal muasal wilayah mereka ada yang menyebut sama dan berasal dari campuran Bangladesh dan Pakistan Timur. Namun jelasnya kedua etnis ini bukan penduduk aseli wilayah Myanmar (Burma). Etnis Bengali telah secara bebas hidup secara social ekonomi dan bebas menganut agama, dan bahkan banyak yang menganut agama Islam. Yang beragama Islam mereka bebas melakukan peribadatan dan banyak masjid yang didirikan di kota besar di Myanmar. Sampai dengan Idul Adha kemarin saja mereka masih menjalankan ibadah Shalat Ied dan berqurban tanpa ada gangguan dari pemerintah maupun masyarakat yang beragama lain.
Secara umum, konflik etnik di Myanmar tidak hanya terjadi di Rakhine State saja, Myanmar masih menyimpan konflik antar etnis di beberapa State (di 7 Negara Bagian). Bagi kita bangsa Indonesia yang telah mendahului proses demokratisasi dan penataan kelembagaan Negara serta desentralisasi serta pengedepanan supremasi hukum, akan sedikit terheran jika mellihat struktur kenegaraan dan persoalan pemerintahan di Myanmar. Sebagai contoh, kita tidak biasa membayangkan bahwa di Myanmar ada tentara lokal (tentara etnis di Negara Bagiannya) di samping tentara nasionalnya.
Untuk info lebih lanjut bisa kunjungi web disini :
Isu Rohingnya memang memang persoalan yang menahun di Myanmar yang belum terselesaikan hingga saat ini karena masalahnya sangat komplek dan tidak sesederhana yang dibayangkan masy ditanah air. Sejak persoalan kewarganegaraan dari etnis ini tidak dapat terakomodasi dengan baik dalam UU Kewarganegaraan Myanmar (Burma), Etnis Rohingnya juga terjerembab pada konflik horizontal dengan etnis Arakan yang menjadi suku mayoritas di Rakhine State, yang kemudian memuncak pada saat terjadinya kasus pemerkosaan dan pembunuhan antar dua kelompok etnis tersebut pada tahun 2012. Bahkan dalam konflik itu melibatkan tokoh agama, namun konflik itu sebenarnya juga berakar pada soal social economy, poverty dan etnisitas.
Etnis Rohingnya ini secara umum tidak seberuntung dengan Etnis Bengali yang sudah hidup nyaman sebagai warga Negara sejak jaman kolonial Inggris. Asal muasal wilayah mereka ada yang menyebut sama dan berasal dari campuran Bangladesh dan Pakistan Timur. Namun jelasnya kedua etnis ini bukan penduduk aseli wilayah Myanmar (Burma). Etnis Bengali telah secara bebas hidup secara social ekonomi dan bebas menganut agama, dan bahkan banyak yang menganut agama Islam. Yang beragama Islam mereka bebas melakukan peribadatan dan banyak masjid yang didirikan di kota besar di Myanmar. Sampai dengan Idul Adha kemarin saja mereka masih menjalankan ibadah Shalat Ied dan berqurban tanpa ada gangguan dari pemerintah maupun masyarakat yang beragama lain.
Secara umum, konflik etnik di Myanmar tidak hanya terjadi di Rakhine State saja, Myanmar masih menyimpan konflik antar etnis di beberapa State (di 7 Negara Bagian). Bagi kita bangsa Indonesia yang telah mendahului proses demokratisasi dan penataan kelembagaan Negara serta desentralisasi serta pengedepanan supremasi hukum, akan sedikit terheran jika mellihat struktur kenegaraan dan persoalan pemerintahan di Myanmar. Sebagai contoh, kita tidak biasa membayangkan bahwa di Myanmar ada tentara lokal (tentara etnis di Negara Bagiannya) di samping tentara nasionalnya.
Untuk info lebih lanjut bisa kunjungi web disini :
Transfer
Zakat
Mandiri Syariah 700.0974107
Muamalat 113. 000. 2165
BCA 008.305 3523
BJB Syariah 001.0101002977
Mandiri Syariah 700.0974107
Muamalat 113. 000. 2165
BCA 008.305 3523
BJB Syariah 001.0101002977
Atas
nama Yayasan Semai Sinergi Umat/ Sinergi Foundation
Konfirmasi
:
SMS/WhatsApp 081 321 200 100
Chat di www.sinergifoundation.org
Informasi : 0851 0004 2009
SMS/WhatsApp 081 321 200 100
Chat di www.sinergifoundation.org
Informasi : 0851 0004 2009
atau bisa datang langsung ke :
SF Bandung
Jl. HOS Tjokroaminoto
(Pasirkaliki)
No. 143 Bandung 40173
Telp: (022) 6120 218
Fax: (022) 6120 130
Gedung
Wakaf 99
Jl.
Sidomukti No. 99 H Bandung 40123
Telp: (022)
251 3991
Fax: (022) 2511 865
#SaveRohingya #PeduliRohingya
Komentar
Posting Komentar